Actually, Who Knows Who We Are, Exactly?

-Aku hanya bisa menyimpan kesal, saat ada mulut berkata, Maaf aku sibuk , sementara aku sedang sangat butuh dia saat itu. Padahal aku hampir tak pernah melontarkan kalimat itu tiap ada yang membutuhkanku ...- Ini malam. Segelas cokelat panas yang perlahan mendingin ada di sampingku. Syukurlah. Setidaknya ada yang masih sudi menjadi kawan di tengah sepi yang memuakkan ini. Sepi yang memuakkan. Aku sudah terbiasa sendirian, memang. Tapi tak bisa dibantah, aku jenuh hanya berteman sepi yang menertawaiku tak henti. Menertawai kejenuhanku, sedikit pun enggan merasai pahitnya airmata yang menderas dalam diam. Entah, mengapa sepi itu ada, dan perlahan menyiksa. Sepi itu hanya diam, namun kekejamannya terasa. Apalagi saat lara menyapaku, disertai kecamuk galau dan deraian hujan dari pelupuk mata. Selama ini aku tak terlalu peduli pada sepi. Tak terlalu pikirkan ponsel yang makin jarang saja berdering. Masih ada alunan lagu, masih ada dunia maya yang bisa kuselami. Lalu, tiba-tiba aku merasa r...